HALO. Nah mumpung lagi banyak dapat ide, akhirnya selesai juga nih satu short story. Semoga suka yaa, happy reading xoxo
Awan kelabu menyelimuti langit pagi
ini. Tak ada tanda-tanda matahari akan muncul. Malah, sepertinya awan kelabu
itu akan menurunkan hujan kembali seperti hari-hari kemarin. Membuat seluruh
kota terlihat suram dan dingin.
Terlihat seorang gadis berdiri seorang
diri di jembatan, merapatkan jaketnya yang tebal. Jari-jari tangannya terlihat
pucat dan berkali-kali ia menggosokan kedua tangannya, berharap mendapatkan
sedikit kehangatan. Sudah sepuluh menit ia berdiri di jembatan itu namun yang
ia tunggu tak kunjung datang.
Menunggu sudah salah satu kegiatan
Raisa yang tak bisa ia hindari setiap harinya. Dan pagi ini, seperti biasa ia
akan tetap menunggu laki-laki itu untuk datang kepadanya, tak peduli berapa
lama.
Selewat dua puluh menit, langit
sudah tak segelap tadi. Raisa masih tetap setia berdiri menatap sungai lebar di
hadapannya sampai akhirnya ia melihat sesosok laki-laki yang berjalan dari
kejauhan ke arahnya. Tanpa bisa ditahan, senyum Raisa mengembang lebar. Kakinya
yang ramping pun perlahan-lahan menghampiri laki-laki itu.
Mereka berdua berhadapan. Tinggi
Raisa hanya sedada laki-laki itu. Gadis itu mendongak menatap wajah favoritnya
sepanjang masa, Arjuna. “Juna! Kenapa kau lama sekali?”
Arjuna menatap Raisa datar. Tak
sedikitpun merasa bersalah. “Aku sudah bilang, tak usah menungguku. Tapi kau
tetap saja melakukannya. Apa harus kuberitahu setiap hari?”
Raisa pura-pura cemberut. “Ah, kau
ini. Cuaca sudah cukup dingin, apa kau juga perlu bersikap dingin seperti itu?”
Arjuna memutar bola matanya. Ia tak
suka berdebat dengan gadis di hadapannya ini. Ia melirik jam tangannya.
Setengah jam lagi sekolah akan dimulai, dan mereka berdua masih berada di
jembatan ini.
“… lagipula, kita berdua pasangan.
Masa kau tega membiarkanku pergi sendiri ke sekolah? Kalau ada apa-apa denganku
bagaimana? Kalau ada yang menculikku, apa kau mau bertanggung jawab?”
“Tak akan ada yang ingin menculik
gadis yang tak bisa membedakan mana garam mana gula, kau tahu. Lebih baik kita
pergi, ada Mr. Brown di kelas pertama kita!” ucap Arjuna.
Dengan sigap Raisa mengaitkan
tangannya dengan tangan Arjuna. Laki-laki itu hanya membeku sesaat sebelum
akhirnya bersikap normal kembali. Keduanya berjalan menyusuri jembatan.
Walaupun harus menunggu lama setiap
hari, itu tak pernah menjadi masalah bagi Raisa. Di negeri asing yang sudah ia
tinggali selama tiga tahun ini, Arjuna benar-benar bagaikan hujan di tengah
kekeringan baginya. Meninggalkan Indonesia dan harus bertolak ke London untuk
melanjutkan studinya, meninggalkan keluarga tercinta bagi Raisa sangatlah
berat. Ia gadis manja yang lugu dan terlalu cepat tertarik dengan sesuatu.
Dengan bijaksana, orang tuanya lalu mengirimkan Arjuna untuknya. Arjuna sendiri
memang berniat untuk belajar di London, namun begitu bertemu dengan Raisa untuk
pertama kalinya, ia merasa ragu apakah niatnya itu bisa berjalan dengan mulus.
Raisa benar-benar gadis manja yang
terlalu polos dan lugu. Arjuna heran, kenapa orang tua gadis itu berani
mengirim Raisa seorang diri ke London, kota asing yang belum pernah ia kunjungi
sebelumnya. Dan atas permintaan Mamanya pula, Arjuna menyanggupi permintaan
untuk menjaga gadis itu. Mereka selalu mengambil kelas yang sama dan rumah
mereka pun berdekatan.
Namun, seiring berjalannya waktu,
kegigihan Raisa membawa usaha. Sejak pertama bertemu dengan Arjuna di London,
gadis itu sudah menaruh hati kepadanya. Arjuna tahu semua usaha Raisa untuk
mendekatinya, namun ia berpura-pura buta. Ia metutup mata, hati, dan
telinganya. Tetapi, hati tetaplah hati. Perlahan-lahan, hatinya membuka untuk
Raisa. Hingga di suatu sore yang hangat itu, Arjuna menerima Raisa di hidupnya
sepenuhnya. Tak pernah ia lihat mata Raisa berbinar seperti itu.
Tahun demi tahun pun berlalu. Tak
terasa, ini tahun terakhir mereka sebagai murid di sekolah menengah di London.
Banyak yang berubah di antara mereka berdua. Walaupun mereka berdua tetap
bersama, tetap saja tidak sama dengan tahun pertama mereka dahulu.
Arjuna melirik Raisa yang berjalan
riang di sampingnya. Gadis itu masih memiliki perasaan yang sama terhadapnya.
Tak ada yang harus dikhawatirkan dari gadis itu.
Namun perasaannyalah, yang harus
dikhawatirkan dan dipertanyakan.